Selamat Datang di Blog LSM P3AN

AKTA NOTARIS SITI AMINAH, SH, NOMOR 210 TANGGAL 26 OKTOBER 2011

Kantor Pusat : Jl . William Iskandar Kab Asahan – Perwakilan : Jl. Jend. Sudirman KM. 2 Tanjungbalai- Jl. Merdeka Batu Bara Telp : 081396521601 - 082364315553

Sabtu, 11 Februari 2012

BELAJAR DARI SEJARAH BUPATI ASAHAN


BELAJAR DARI SEJARAH BUPATI ASAHAN

Sepanjang perjalanan hidupnya, Abdullah Eteng sangat berperan dalam perjuangan

Nama Abdullah Eteng hingga kini pun mungkin masih cukup diingat dan dikenal di kalangan birokrasi, politisi, serta masyarakat luas, baik di Kabupaten Asahan mapun Kota Tanjung Balai, bahkan Sumatera Utara. Beliau yang kelahiran Kampung Mesjid-Kualuh Labuhan Batu 12 Maret 1912, dikenal sebagai pribadi dan tokoh politik yang cerdas, tegas dan idealis, serta merakyat.
Tokoh Pejuang Asahan Letkol Mansyur mengutarakan di dalam Buku Gerilya Asahan Labuhan Batu 1947-1949 Edisi 1976, Abdullah Eteng (yang menjadi anggota) ketika bersama-sama Syech Ismail Abdul Wahab memimpin Komite Nasional Indonesia (KNI) di Asahan (5 Maret sampai 4 Agustus 1945).

Beliau adalah sosok yang disegani lawan dan kawan karena keuletannya dalam menghadapi berbagai tantangan perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau juga menjadi anggota Muhammadiyah Tanjung Balai 1935-1938).

Sepanjang perjalanan hidupnya, Abdullah Eteng sangat berperan dalam perjuangan, seperti pada masa penjajahan Belanda memimpin Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) Cabang Asahan sebagai Ketua (1938-1942). Ternyata beliau juga seorang Jurnalis (Wartawan Harian Sinar Deli 1938-1942) dan Pemred Mingguan Suara Rakyat di Tanjung Balai (1945-1946).
Pada zaman penjajahan Jepang, Abdullah Eteng memimpin Latihan Militer Pemuda-Pemuda Pergerakan Gunung Rintis (Kenkoku Taisin Tai) Asahan Labuhan Batu (1944-1945) yang kemudian setelah merdeka bernama Napindo. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan, (Agustus 1945) Abdullah Eteng mengorganisir pemuda, buruh dan tani untuk menjadi Lasykar Rakyat.
Pada Tahun 1947 merupakan tahun puncak perjuangan Abdullah Eteng dalam menghadapi agresi Belanda, dengan membangun Angkatan Laut R.I bersama Mayor A.L. Nugrohadi, Mayor Syukur Siregar dan Nata dkk. Kemudian sebagai Ketua Komite Nasional memperlengkapinya satu Batalyon Angkatan Laut R.I.

Beliau juga membentuk Dewan Pertahanan Asahan sekaligus menjadi Ketua. Kecuali itu, Abdullah Eteng membentuk Jawatan Perekonomian Pemerintahan Asahan dan menunjuk Saidi Muli sebagai pimpinannya.
Tanggal 5 Agustus 1947, Abdullah Eteng diangkat menjadi Bupati Asahan, Namun, seperti diketahui bahwa pada masa itu lima hari sebelum memangku jabatan Bupati, atau tepatnya Tanggal 30 Juli 1947 sekira Pukul 11.00 siang, suasana Tanjung Balai cukup tegang dengan kedatangan tentara Belanda menyerang Asahan. Sehingga sejak beliau dilantik menjadi Bupati Asahan, dihadapkan pada perjuangan untuk mempertahankan Asahan dari kekuasaan Belanda.
Dalam kapasitas sebagai Bupati merangkap Walikota Kotapraja Tanjung Balai sekaligus Kepala Komando Perjuangan dan Dewan Pertahanan, Abdullah Eteng dan wakilnya Saidi Muli harus mendelegasikan sebagian wewenang Komando kepada Laurencius Tampubolon untuk Asahan Utara yang berkedudukan di Pulo Mandi (tepatnya di Butrea Piasa Ulu) dan untuk Asahan Selatan tetap dipimpin Abdullah Eteng, dibantu oleh H. Ahmad Dahlan.

Setelah pihak kolonial Belanda (pada Agresi Pertama) mengobrak-abrik perjanjian Renville, Bupati Abdullah Eteng segera memindahkan Pusat Pemerintahan Sipil dan Dewan Pertahanan beserta semua stafnya ke Bandar Pulau. Diikuti oleh masyarakat yang pro kemerdekaan telah meninggalkan kampung halaman dan bagi yang tidak mampu untuk mengungsi harus bertahan dengan tekad serta pendirian sebagai “republiken”.

Namun ada yang tidak yakin bahwa Indonesia akan dapat bertahan, sehingga mereka tetap tinggal di Tanjung Balai dan merapatkan diri untuk bekerjasama dengan Belanda. Itulah sebabnya timbul istilah “Belanda hitam”.
Dalam bidang perekonomian, Abdullah Eteng juga berhasil mengadakan hubungan dengan Serikat Buruh Pelabuhan Singapura dan Malaka agar tidak melakukan kegiatan bongkar-muat terhadap hasil bumi dari Sumatera Timur yang membawa Surat Izin Ekspor dari Pemerintah R.I di Bandar Pulau. Sehingga ekspor dan impor dari Asahan melalui Pelabuhan Sarang Elang dapat berkembang terus.
Sejak pertama kali diangkat sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Asahan dan menjalankan tugas mulai 15 Maret 1946 sampai 30 Januari 1954, Abdullah Eteng meniti karir sipil dengan pengalaman perjuangan yang cukup diperhitungkan. Pada Tahun 1949 beliau terpilih menjadi Ketua “Panitia Kongres Rakyat” Cabang Asahan dalam rangka menuntut Pembubaran Negara Sumatera Timur (NST), pada Tahun 1950 sebagai “Anggota Panitia Penempatan Pegawai R.I dalam penyusunan NKRI” wilayah Sumatera Timur.
Setelah menyelesaikan tugas pemerintahan sebagai Bupati Asahan 30 Januari 1954, Abdullah Eteng Bin Eteng tidak lalu semuanya dianggap selesai. Disamping sebagai Pegawai Tinggi pada Kantor Gubernur Sumatera Utara (1954 dan memasuki masa Pensiun pada Tahun 1965), beliau mendapat kepercayaan menjadi Bupati Kepala Daerah Kabupaten Karo dan terus berjuang memimpin Gerakan Rakyat Bersenjata bersama Batalyon 137 menghadapi PRRI Simbolon (1954-1958) kemudian menjadi Bupati Deli Serdang lebih kurang satu tahun (1958-1959).

Dalam Bidang Politik, Abdullah Eteng memulai karier politik menjadi Ketua DPD Partai Nasional Indonesia (PNI) Sumatera Utara (1968-1973) yang dilanjutkan pada Tahun 1973-1981 sebagai Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Sumatera Utara yang mengantarkannya ke Lembaga Perwakilan Rakyat (Anggota DPR-R.I Periode 1977-1982), namun beliau diberhentikan (direcal) tanggal 14 September 1981 (mungkin karena tidak sejalan dengan kebijakan partai-pen), namun Abdullah Eteng terus berjuang meningkatkan harkat, martabat, serta kesejahteraan Kaum Buruh dan Tani di Sumatera, sampai akhir hayatnya beliau kembali menghadap Sang Khalik pada tanggal 19 September 1988.

Mari kita belajar dan memahami perjalanan sejarah Abdullah Eteng sebagai figur pemimpin daerah yang “tidak memupuk kekayaan sendiri diatas penderitaan orang lain”, serta memiliki jiwa yang senantiasa berpihak kepada rakyat kecil (buruh dan tani). Sebagai pejuang, beliau juga memiliki semangat heroisme dan nasionalisme tinggi, Dari pada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah ! Terima kasih Abdullah Eteng, Jasa dan Nilai Juangmu akan kukenang sepanjang masa.
Semoga arwah almarhum Abdullah Eteng diterima disisi Allah SWT dengan rahmat(NYA dan diampuni segala dosa-dosanya). Amin ***** ( R. Soetrisman M.E, S.Sos.I : Penulis adalah Ketua Ikatan Penulis Sejarah Dan Cerita Rakyat (Ipsentara) )

Tags: Bupati Asahan

SUMBER : http://www.waspadamedan.com

Sejarah Daerah Asahan

Sejarah Daerah

Perjalanan Sultan Aceh “Sultan Iskandar Muda” ke Johor dan Malaka pada tahun 1912 dapat dikatakan sebagai awal dari Sejarah Asahan. Dalam perjalanan tersebut, rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan sebuah hulu sungai, yang kemudian dinamakan ASAHAN. Perjalanan dilanjutkan ke sebuah “Tanjung” yang merupakan pertemuan antara sungai Asahan dengan sungai Silau, kemudian bertemu dengan Raja Simargolang. Di tempat itu juga, Sultan Iskandar Muda mendirikan sebuah pelataran sebagai “Balai” untuk tempat menghadap, yang kemudian berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah ini cukup pesat sebagai pusat pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka, sekarang ini dikenal dengan “Tanjung Balai”.

Dari hasil perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan salah seorang puteri Raja Simargolang lahirlah seorang putera yang bernama Abdul Jalil yang menjadi cikal bakal dari kesultanan Asahan. Abdul Jalil dinobatkan menjadi Sultan Asahan I. Pemerintahan kesultanan Asahan dimulai tahun 1630 yaitu sejak dilantiknya Sultan Asahan yang I s.d. XI. Selain itu di daerah Asahan, pemerintahan juga dilaksanakan oleh datuk-datuk di Wilayah Batu Bara dan ada kemungkinan kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Tanggal 22 September 1865, kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda. Sejak itu, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda.
Kekuasaan pemerintahan Belanda di Asahan/Tanjung Balai dipimpin oleh seorang Kontroler, yang diperkuat dengan Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867, Nomor 2 tentang pembentukan Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai dan pembagian wilayah pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Onder Afdeling Batu Bara
2. Onder Afdeling Asahan
3. Onder Afdeling Labuhan Batu.

Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan Datuk-Datuk di wilayah Batu Bara tetap diakui oleh Belanda, namun tidak berkuasa penuh sebagaimana sebelumnya. Wilayah pemerintahan Kesultanan dibagi atas Distrik dan Onder Distrik yaitu:

1. Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang.
2. Distrik Kisaran.
3. Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge.

Sedangkan wilayah pemerintahan Datuk-datuk di Batu Bara dibagi menjadi wilayah Self Bestuur yaitu:

1. Self Bestuur Indrapura
2. Self Bestuur Lima Puluh
3. Self Bestuur Pesisir
4. Self Bestuur Suku Dua ( Bogak dan Lima Laras ).

Pemerintahan Belanda berhasil ditundukkan Jepang (tanggal 13 Maret 1942), sejak saat itu Pemerintahan Fasisme Jepang disusun menggantikan Pemerintahan Belanda. Pemerintahan Fasisme Jepang dipimpin oleh Letnan T. Jamada dengan struktur pemerintahan Belanda yaitu Asahan Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu Batu bara. Selain itu, wilayah yang lebih kecil di bagi menjadi Distrik yaitu Distrik Tanjung Balai, Kisaran, Bandar Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang. Pemerintahan Fasisme Jepang berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 dan 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Negara Republik Indonesia diproklamirkan. Sesuai dengan perkembangan Ketatanegaraan Republik Indonesia, maka berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia Wilayah Asahan di bentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang di pegang oleh Jepang sudah tidak ada lagi, tapi pemerintahan Kesultanan dan pemerintahan Fuku Bunsyu di Batu Bara masih tetap ada. Tanggal 15 Maret 1946, berlaku struktur pemerintahan Republik Indonesia di Asahan dan wilayah Asahan di pimpin oleh Abdullah Eteng sebagai kepala wilayah dan Sori Harahap sebagai wakil kepala wilayah, sedangkan wilayah Asahan dibagi atas 5 (lima) Kewedanan, yaitu:

1. Kewedanan Tanjung Balai
2. Kewedanan Kisaran
3. Kewedanan Batubara Utara
4. Kewedanan Batubara Selatan
5. Kewedanan Bandar Pulau.

Kemudian setiap tahun tanggal 15 Maret diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Asahan.
Pada Konferensi Pamong Praja se-Keresidenan Sumatera Timur pada bulan Juni 1946 diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan, yaitu:

1. Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan Kabupaten Asahan
2. Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan sebutan Bupati
3. Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan sebutan Patih
4. Kabupaten Asahan dibagi menjadi 15 (lima belas ) Wilayah Kecamatan terdiri dari ;
a. Kewedanan Tanjung Balai dibagi atas 4 (empat) Kecamatan, yaitu :
􀂙 Kecamatan Tanjung Balai
􀂙 Kecamatan Air Joman
􀂙 Kecamatan Simpang Empat
􀂙 Kecamatan Sei Kepayang
b. Kewedanan Kisaran dibagi atas 3 (tiga) Kecamatan, yaitu :
􀂙 Kecamatan Kisaran
􀂙 Kecamatan Air Batu
􀂙 Kecamatan Buntu Pane
c. Kewedanan Batubara Utara terdiri atas 2 (dua) Kecamatan, yaitu :
􀂙 Kecamatan Medang Deras
􀂙 Kecamatan Air Putih
d. Kewedanan Batu Bara Selatan terdiri atas 3 (tiga) Kecamatan, yaitu:
􀂙 Kecamatan Talawi
􀂙 Kecamatan Tanjung Tiram
􀂙 Kecamatan Lima Puluh
e. Kewedanan Bandar Pulau terdiri atas 3 (tiga) Kecamatan, yaitu :
􀂙 Kecamatan Bandar Pulau
􀂙 Kecamatan Pulau Rakyat
􀂙 Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

Berdasarkan keputusan DPRD-GR Tk. II Asahan No. 3/DPR-GR/1963 Tanggal 16 Pebruari 1963 diusulkan ibukota Kabupaten Asahan dipindahkan dari Kotamadya Tanjung Balai ke kota Kisaran dengan alasan supaya Kotamadya Tanjung Balai lebih dapat mengembangkan diri dan juga letak Kota Kisaran lebih strategis untuk wilayah Asahan. Hal ini baru teralisasi pada tanggal 20 Mei 1968 yang diperkuat dengan peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 1980, Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 28, Tambahan Negara Nomor 3166.
Pada tahun 1982, Kota Kisaran ditetapkan menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982, Lembaran Negara Nomor 26 Tahun 1982. Dengan adanya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 821.26-432 tanggal 27 Januari 1986 dibentuk Wilayah Kerja Pembantu Bupati Asahan dengan 3 (tiga) wilayah Pembantu Asahan, yaitu :

1. Pembantu Bupati Wilayah-I berkedudukan di Lima Puluh meliputi :

a. Kecamatan Medang Deras
b. Kecamatan Air Putih
c. Kecamatan Lima Puluh
d. Kecamatan Talawi
e. Kecamatan Tanjung Tiram

2. Pembantu Bupati Wilayah-II berkedudukan di Air Joman meliputi :

a. Kecamatan Air Joman
b. Kecamatqan Meranti
c. Kecamatan Tanjung Balai
d. Kecamatan Simpang Empat
e. Kecamatan Sei Kepayang

3. Pembantu Bupati Wilayah-III berkedudukan di Buntu Pane meliputi:

a. Kecamatan Buntu Pane
b. Kecamatan Bandar Pasir Mandoge
c. Kecamatan Air Batu
d. Kecamatan Pulau Rakyat
e. Kecamatan Bandar Pulau

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 1981 dan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1983 tentang Pembentukan, Penyatuan, Pemecahan dan Penghapusan Desa di Daerah Tingkat II Asahan telah dibentuk 40 ( empat puluh) Desa Persiapan dan Kelurahan Persiapan sebanyak 15 (lima belas) yang tersebar dibeberapa Kecamatan, yang peresmian pendefinitifan-nya dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara pada tanggal 20 Pebruari 1997, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 146/2622/SK/Tahun 1996 tanggal 7
Agustus 1996.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 138/ 814.K/Tahun 1993 tanggal 5 Maret 1993 telah dibentuk Perwakilan Kecamatan di 3 (tiga) Kecamatan, masingmasing sebagai berikut :

1. Perwakilan Kecamatan Sei Suka di Kecamatan Air Putih
2. Perwakilan Kecamatan Sei Balai di Kecamatan Tanjung Tiram
3. Perwakilan Kecamatan Aek Kuasan di Kecamatan Pulau Rakyat.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Asahan no. 323 tanggal 20 September 2000 dan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan no. 28 tanggal 19 September 2000 telah menetapkan tiga kecamatan perwakilan yaitu Kecamatan Sei Suka, Aek Kuasan dan Sei Balai menjadi kecamatan yang Definitif. Kemudian berdasarkan Peraturan Bupati Asahan Nomor 9 Tahun 2006 tanggal 30 Oktober 2006 dibentuk 5 (lima ) desa baru hasil pemekaran yaitu :

- Desa Tomuan Holbung, pemekaran dari desa Huta Padang, Kec. BP Mandoge
- Desa Mekar Sari, pemekaran dari desa Pulau Rakyat Tua, Kec. Pulau Rakyat
- Desa Sipaku Area, pemekaran dari desa Simpang Empat, kec. Simpang Empat
- Desa Sentang, pemekaran dari desa Lima Laras, kec. Tanjung Tiram
- Desa Suka Ramai, pemekaran dari desa Limau Sundai, kec. Air Putih.

Pada pertengahan tahun 2007 berdasarkan Undang-undang RI Nomor 5 tahun 2007 tanggal 15 Juni 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dimekarkan menjadi
dua Kabupaten yaitu Asahan dan Batu Bara. Wilayah Asahan terdiri atas 13 kecamatan sedangkan Batu Bara 7 kecamatan. Tanggal 15 Juni 2007 juga dikeluarkan keputusan Bupati Asahan Nomor 196-Pem/2007 mengenai penetapan Desa Air Putih, Suka Makmur dan Desa Gajah masuk dalam wilayah Kecamatan Meranti Kabupaten Asahan. Sebelumnya ketiga desa tersebut masuk dalam wilayah kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara, namun mereka memilih bergabung dengan Kabupaten Asahan.

Struktur Pemerintahan Kabupaten

Asahan pada saat ini terdiri dari :
􀂙 Sekretariat Daerah Kab. Asahan
􀂙 Sekretariat DPRD Kab. Asahan
􀂙 1 Inspektorat
􀂙 16 Dinas Daerah
􀂙 7 Lembaga Teknis Daerah berbentuk

Badan dan 3 berbentuk Kantor.
􀂙 13 Kecamatan
􀂙 149 D e s a
􀂙 27 Kelurahan

Dari mulai berdirinya Kabupaten Asahan yaitu pada tanggal 15 Maret 1946 sampai dengan sekarang, Kabupaten Asahan dipimpin oleh Bupati Asahan yaitu:

1. ABDULLAH ETENG
( 15-3-1946 s/d 30-1-1954 )
2. RAKUTTA SEMBIRING
( 1-2-1954 s/d 29-2-1960 )
3. H. ABDUL AZIZ
( 1-3-1960 s/d 3-5-1960 )
4. USMAN J S.
( 4-5-1960 s/d. 10-5-1966
5. H. A. MANAN SIMATUPANG
( 11-5-1966 s/d 31-1-1979
6. Drs. IBRAHIM GANI
sebagai pelaksana Bupati
( 1-2-1979 s/d 2-3-1979)
7. DR. BAHMID MUHAMMAD
( 2-3-1979 s/d 2-3-1984 )
8. H. A. RASYID NASUTION, SH
sebagai pelaksana Bupati
( 2-3-1984 s/d 17-3-1984 )
9. ABD. WAHAB DALIMUNTE, SH
sebagai pelaksana Bupati
( 17-3-1984 s/d 22-6-1984 )
10. H. ZULFIRMAN SIREGAR
( 22-6-1984 s/d 22-6-1989 )
11. H. RIHOLD SIHOTANG periode I
( 22-6-1989 s/d 22-6-1994 )
12. H. RIHOLD SIHOTANG peroide II
( 22-6-1994 s/d Juli 1999 )
13. Drs. H. FACHRUDDIN LUBIS sebagai pelaksana Bupati
( 7 - 1999 s/d 12-1- 2000 )
14. Drs. HAKIMIL NASUTION sebagai pelaksana Bupati
( 12-1-2000 s/d 25-3-2000 )
15. Drs. H. RISUDDIN
( 25-3-2000 s/d 25-3-2005 )
16. Ir. H. SYARIFULLAH HARAHAP, Msi sebagai pelaksana Bupati
( 25-3-2005 s/d 8-8-2005)
17. Drs. H. RISUDDIN
( 8-8-2005 s/d 19-8-2010)
17. Drs. H. TAUFAN GAMA SIMATUPANG, M.AP
( 19-8-2010 s/d sekarang)


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-GR Kabupaten Asahan sebagai berikut :
1. SYEH ISMAIL ABDUL WAHAB
( 27-1-1945 s/d 26-1-1947 )
2. SAIDI MULI
( 27-1-1947 s/d 17-8-1957 )
3. H. AHMAD DAHLAN
( 17-8-1957 s/d 4-6-1960 )
4. USMAN SAID
( 4-6-1960 s/d 31-8-1965 )
5. NUR ARMANSYAH
( 31-8-1965 s/d 15-2-1967 )
Sedangkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan adalah :
1. AHMAD SALEH
( 15-2-1967 s/d 17-11-1972 )
2. NURMANSYH
( 17-2-1972 s/d 11-8-1977 )
3. Dr. BAHMID MUHAMMAD
( 11-8-1977 s/d 2-3-1979 )
4. H. A. EFFENDY HASYIM
( 6-10-1979 s/d 11-8-1982 )
5. H. SUPARMIN
( 11-8-1982 s/d 11-7-1987 )
6. H. SAID YUSUF
( 11-7-1987 s/d 11-7-1992 )
7. H. AMINUDDIN SIMBOLON
( 11-7-1992 s/d 25-7-1997 )
8. H. AMINUDDIN SIMBOLON
( 25-7-1997 s/d 7-9-1999 )
9. H. SYAMSUL BAHRI BATUBARA
( 14-10-1999 s/d 2004 )
10. Drs. BUSTAMI HS.
( 2004 s/d 2009)
11. BENTENG PANJAITAN, SH.
( 2009 s/d sekarang )

sumber : http://pemkab-asahan.go.id
sumber : http://asahankab.bps.go.id

Warga Desak Jembatan Panca Arga Segera Di Perbaiki

EDISI : 16 - 23 JANUARI 2012

Warga Desak Jembatan Panca Arga Segera Di Perbaiki


Diliput Oleh :
BUYUNG POHAN
Wartawan Sumut

Asahan, Warga Dusun 9 Desa Panca Arga Kec Rawang Panca Arga Kab Asahan mendesak pelaksana pembangunan jembatan segera memperbaiki kerusakan pada jembatan di Desa mereka . Padahal, jembatan itu baru saja dibangun beberapa bulan yang lalu, namun telah mengalami kerusakan serius yaitu lantai jembatan sudah retak dan melengkung kebawah sehingga dikhawatirkan akan roboh.

Demikian disampaikan, tokoh masyarakat Panca Arga, Hakim Simanungkalit, saat kunjungan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ) Kabupaten Asahan ke lokasi jembatan, Senin,(09/01).

Menurutnya, pembangunan jembatan itu diduga tidak sesuai perencanaan dan terkesan asal jadi. Pasalnya, jembatan itu baru saja dibangun, namun telah rusak. Hal ini menunjukkan pelaksanaannya tidak mengacu standart teknik yang ada, kata Hakim, yang juga aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pembangunan & Penyelamat Aset Negara ( LSM P3AN ).

Lanjutnya, apalagi pembangunan jembatan itu tidak transfaran dan tanpa melibatkan warga setempat. Hingga saat ini, warga tidak mengetahui informasi terkait pembangunan itu, termasuk sumber dananya dari mana, berapa biayanya, siapa panitia dan berapa volume kegiatan sehingga warga kesulitan mengawasi jalannya pembangunan di Desa Panca, termasuk pembuatan gapura, pembangunan gedung madrasah dan posyandu yang dilaksanakan baru- baru ini, jelas Hakim.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak jembatan itu segera diperbaiki. Lantai jembatan yang rusak harus dibongkar dan memperkokoh abutmen. Setelah itu, dibangun kembali lantai jembatan yang baru agar lebih kokoh dan keselamatan wargapun terjamin.

Pihak DPRD Asahan, akan menindaklanjuti pengaduan warga terhadap pembangunan jembatan Di Desa Panca Arga. Dalam waktu dekat, kami akan mempertanyakan masalah ini kepada pihak – pihak yang terkait agar diperoleh informasi sekaligus penyelesaian masalah tersebut, terang Ketua Komisi C DPRD Asahan, Drs Joner Sinaga.




LSM P3AN Minta Pemerintah Transparan Soal Pembangunan Di Tanjungbalai

Jumat, 13 Januari 2012 | 12:47:30

Tanjungbalai-Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pembangunan dan Penyelamat Aset Negara (P3AN) menuntut transparansi informasi seputar pelaksanaan pembangunan di Kota Tanjungbalai, baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) sehingga masyarakat bisa ikut mengawal dan mengawasi jalannya pembangunan. Tanpa transparansi, publik menilai pemerintah sengaja menggelapkan informasi. Akibatnya, hak - hak publik terabaikan, ujar Ketua Harian LSM P3AN, Wahyu Hidayat, ST didampingi pengurus lainnya, Erwinsyah Putra RA. Hasibuan, ST, M. Irwansyah, ST, M. Jami Nasution, ST, Iwan Armanda Lana, ST dan Garjiman, SE, saat ditemui di Tanjungbalai, Kamis , ( 12/01).

Di era keterbukaan, lanjut dia, bukan saatnya lagi pemerintah menutup - tutupi informasi yang berhak diketahui publik. Jika pemerintah tertutup, publik pasti curiga. Pemerintah akan dinilai sengaja menggelapkan informasi untuk kepentingan pribadi.

” Masyarakat harus mengetahui berapa total APBD dan APBN setiap tahunnya yang dikelola untuk pembangunan, termasuk dana tersebut diperoleh dari mana dan untuk apa saja. Karena itu, pemerintah wajib menginformasikannya sehingga masyarakat dapat mengawal dan mengawasi dana pembangunan agar tidak bocor, imbaunya”.

Erwinsyah Putra RA. Hasibuan, ST, menambahkan, realisasi pembangunan yang dikelola berbagai instansi pemerintah, antara lain, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Kebersihan dan Pasar, serta instansi lainnya, khususnya dibidang infrastruktur seperti pembangunan gedung dan perkantoran, jalan, drainase, bronjong, jembatan dan sebagainya , semestinya semua pihak termasuk pemerintah dan kontraktor harus memberikan informasi dan data kepada masyarakat terkait petunjuk yang ada berupa bestek, Analisa biaya, petunjuk teknis dan Rencana Anggaran Biaya sebuah pekerjaan agar dapat dikawal pelaksanaannya.

Namun, ironisnya, petunjuk itu tidak bisa diperoleh baik dari Dinas terkait maupun pihak kontraktor. Padahal, lanjutnya, apabila petunjuk itu diketahui dapat dipastikan kegiatan infrastruktur di Tanjungbalai akan berkualitas karena dikawal pelaksanaannya.

Dia menegaskan, LSM P3AN akan mengawal pelaksanaan pembangunan di Tanjungbalai. Sedikit banyaknya kami mengerti dan mengetahui tentang petunjuk dan standart suatu bangunan infrastruktur yang baik, karena sebagian besar pengurus LSM ini adalah Sarjana Teknik Sipil dan Arsitektur sehingga lebih memahami kondisi sebuah bangunan. Hanya saja perlu diperkuat dengan dokumen dan informasi lainnya yang berhubungan dengan desain, analisa dan anggaran biaya agar lebih jelas, tandasnya.Sumber : www.madanionline.com

Pemerintah Kota Tanjungbalai Diminta Perhatikan Anak Jalanan


EDISI : 23 - 30 OKTOBER 2011

Pemerintah Kota Tanjungbalai Diminta Perhatikan Anak Jalanan

Di liput :
Rahdiansyah Pane, ST
Litbang Bikas Asahan

Tanjungbalai, ( Bikas ) – Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pembangunan dan Penyelamat Aset Negara ( LSM - P3AN ) merasa prihatin dengan kondisi anak jalanan yang semakin banyak di Kota Tanjungbalai. Seakan anak jalanan tak punya lagi masa depan dan harapan hidup yang lebih baik.

Pada dasarnya, anak jalanan bisa ada lantaran pengaruh lingkungan, pendidikan yang minim, kurang perhatian, dan pengontrolan serta ketidakmampuan dari orang tua yang terbatas. Oleh karena itu, anak jalanan sekalipun wajib mendapatkan haknya memperoleh masa depan yang lebih baik. Karena itu kita harus memberikannya harapan kepastian masa depan," ujar Ketua LSM P3AN, Wahyu Hidayat, ST, didampingi Sekretaris, Abdul Gani Bangun, S.Pd.I, di Tanjungbalai, Jum’at ( 21/10 ).

Dia menegaskan dalam UUD 1945, disebutkan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Untuk itu ada kewajiban negara dalam hal ini pemerintah dan masyarakat untuk memberikan perhatian khusus bagi anak jalanan yang nasibnya terlantar.

” Anak jalanan harus dilindungi dengan memberikan harapan kepastian masa depan yang lebih baik. Mereka dibina, dididik dan dilatih berbagai ketrampilan agar bisa memperoleh ilmu pengetahuan, kemampuan dan kemandirian serta berada ditempat yang layak, bukan berada dialam bebas tanpa aturan, kata Wahyu”. Lanjutnya lagi, perlindungan pemerintah kepada anak jalanan, berarti menyelamatkan mereka dari kebodohan, kemiskinan hingga kerusakan moral dan mental sebuah generasi.