Selamat Datang di Blog LSM P3AN

AKTA NOTARIS SITI AMINAH, SH, NOMOR 210 TANGGAL 26 OKTOBER 2011

Kantor Pusat : Jl . William Iskandar Kab Asahan – Perwakilan : Jl. Jend. Sudirman KM. 2 Tanjungbalai- Jl. Merdeka Batu Bara Telp : 081396521601 - 082364315553

Senin, 20 Februari 2012

Tantangan dan Peransuasi Perempuan dalam Pembangunan




EDISI : 20-26 Februari 2012



Ditulis Oleh:
Winda Muriani Panjaitan, SP
Sekretaris Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam
Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pembangunan dan Penyelamat Aset Negara
( LSM P3AN ) Wilayah Kabupaten Asahan, Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Batu Bara


Konteks perempuan dan peranannya, tentu erat kaitannya dengan persoalan kodrat dan gender. Secara kodrat, perempuan sebagai salah satu mahluk ciptaan Tuhan yang indah dan memiliki kelebihan luar biasa. Ya, perempuan lebih lembut dan peka menyikapi persoalan yang ada di sekelilingnya, bila dibandingkan dengan laki-laki yang cenderung keras dan kaku.
Seiring dengan ciri khas tersebut, keberadaan perempuan justru kurang mendapat perhatian di keluarga maupun lingkungannya. Apalagi, untuk mendapatkan dan berada di tempat yang strategis di negeri ini, perempuan bukan sosok yang diperhitungkan, terutama dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Akibatnya, perempuan mengalami keterbelakangan status maupun akses dalam sendi keh idupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Bahkan, kelembutan dan kepekaan yang dimiliki perempuan ironisnya dijadikan alasan meletakkan perempuan pada posisi marjinal dan ajang eksploitasi untuk meraih keuntungan sekelompok orang. Posisi ini bukan memandang kecerdasan dan keterampilan yang dimiliki perempuan, melainkan semata-mata karena adanya keindahan, kecantikan wajah dan tubuh perempuan itu sendiri.

Kita sering menyaksikan, sebagian profesi perempuan hanya berputar pada pelayanan dan penampilan saja, di antaranya sebagai pembantu rumah tangga (PRT), Tenaga Kerja Wanita (TKW), karyawan pabrik atau perusahan, pelayan toko, model, sales promotion girl (SPG), public relation (PR), hingga profesi pelobi, hampir senatiasa berada di pundak kaum perempuan.Perempuan sekedar dijadikan komoditi dan ikon bisnis dalam meraih pundi-pundi. Sebagian kalangan pemburu materi telah menafsirkan dan mempraktekkan perilaku keliru terhadap perempuan yang lebih mengedepankan peran perempuan dari sudut sisi keperempuanannya. Memang, diakui bahwa sisi keperempuanan ini lebih menjanjikan meraih materi yang begitu menggiurkan. Tetapi di sisi lain, perilaku ini telah mengingkari nilai-nilai maupun penghormatan kita kepada perempuan.

Membiarkan eksploitasi perempuan terus berlangsung sama saja dengan membinasakan masa depan generasi selanjutnya, karena kaum perempuan adalah ibu bagi generasinya. Di pundak para perempuan bertumpu tanggung jawab melahirkan generasi harapan bangsa. Membiarkan perempuan dalam pemikiran dan sistem hidup yang menyuburkan eksploitasi perempuan, niscaya akan melanggengkan krisis multidimensi di negeri ini.Di tengah-tengah perjalanan isu ”kesetaraan gender” yang gencar didengungkan dan diperjuangkan di negeri ini, kaum perempuan hendak melakukan pembenahan diri setara dengan laki-laki, yakni persamaan hak dan kewajiban dalam mendukung kemajuan pembangunan. Kesetaraan ini tentu tetap menjunjung tinggi nilai dan norma-norma yang kita anut agar tidak disalahartikan penerapannya.

Namun, tidak dapat dinafikkan, isu kesetaraan gender justru membawa malapetaka bagi sebagian kaum perempuan yang memanfaatkan kesetaraan gender untuk mengejar kesejahteraan, yang ujung-ujungnya mengabaikan nilai, norma dan kodratnya. Akhirnya, bukan kesetaraan yang diperoleh, malah berbalik menjadi eksploitasi kaum perempuan. Lantas, bagaimanakah seharusnya perempuan menyikapi hal ini?.Terlebih dulu harus kita pahami bersama apa yang dimaksud dengan ”gender”. Gender adalah sebuah istilah yang dikonstruksi secara sosial dan kultural untuk jangka waktu yang lama. Istilah gender diserap dari bahasa Inggris dan belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sebagian orang mengubah istilah ”gender” menjadi ”jender”, yang merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas berbeda-beda, dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, juga faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuaan ilmu pengetahuan dan teknologi. (kompas, 3 September 1995).

Jika ada anggapan bahwa yang memiliki sifat keras, kuat, gagah, berani dan lebih cocok bekerja di luar rumah adalah seorang laki-laki, sedangkan sifat lemah, lembut, keibuan dan lebih cocok bekerja di dalam rumah (memasak, mengurus anak dan membersihkan rumah) adalah perempuan, maka itulah yang dimaksud dengan gender bukannya kodrat, karena dibentuk oleh manusia. Namun hal inilah yang masih salah diartikan oleh sekelompok orang, baik mengenai arti istilah maupun memaknainya dalam praktek kehidupan.
Gender dapat diubah dan ditukar karena merupakan bentukan manusia yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya dan waktu. Selain itu, perlu dibedakan dengan konsep seks atau jenis kelamin, dimana seks atau jenis kelamin merupakan ”penyifatan” atau pembagian dua jenis kelamin manusia, yang ditentukan secara biologis, bersifat permanen, dan dibawa sejak lahir sebagai ciptaan tuhan. Dengan demikian, tentu sudah sepantasnyalah kaum perempuan keluar dari keterbelakangan hak dan peran serta terutama dalam pengambilan keputusan.

Ironis memang, ketika kita mendengar bahwa perempuan dekat dengan kemiskinan. Namun jika melihat realita yang ada, pendapat tersebut tidak dapat disangkal. Perempun sangat minim mengakses pendidikan tinggi, kesempatan kerja dan kesempatan memperoleh posisi/jabatan yang strategis dalam bidang sosial dan politik, meski kaum perempuan memiliki kemampuan untuk itu.
Kecenderungan yang ada, perempuan selalu menjadi tokoh di balik layar dari sebuah kesuksesan/keberhasilan kaum lelaki. Jangan heran, kalau seorang laki-laki sukses, di bidang apapun, baik sebagai pengusaha, tenaga profesional maupun pejabat, tidak terlepas peran perempuan yang membidaninya, karena perempuan selalu memberikan nasihat agar tidak salah melangkah, memotivasi sekaligus mendukung apapun yang dilakukan demi mencapai kesuksesan itu.Bahkan, dalam kondisi keterpurukan dan kebangkrutan seorang laki-laki, perempuan mampu memberi semangat dan menjadi inspirasi untuk kembali bangkit dari kegagalan. Oleh karena itu, peranan perempuan seyogianya tidak sekedar menjadi pemeran pembantu, melainkan sebagai pelaku utama berdampingan dengan laki-laki dalam aktivitas publik.

Dewasa ini, peransuasi perempuan dalam aktivitas publik dan turut serta dalam menentukan kebijakan pembangunan mendapat porsi yang seimbang dengan kaum laki-laki. Kaum perempuan telah menyebar di mana-mana mengisi tempat dan posisi yang strategis, baik di instansi pemerintah, legislatif, yudikatif, maupun sebagai tenaga profesional lainnya.
Keberadaan perempuan telah membawa perubahan positif bagi perkembangan pembanguan di negeri ini. Tentunya dalam memperjuangkan hak-hak kaum marginal yang terlupakan, termasuk warga miskin dan kaum perempuan.

Dari berbagai lini dan penjuru, kaum perempuan harus berbenah diri sekaligus menunjukkan peransuasi. Ditingkat masyarakat, peran perempuan mulai bangkit dalam berbagai program, terutamanya di pemberdayaan yaitu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. Dalam program ini setiap tahapan kegiatannya menititikberatkan peran serta/partisipasi kaum perempuan baik dari tingkat kehadiran sampai kepada keikutsertaan dalam pengambilan keputusan.
PNPM Mandiri Perkotaan telah menumbuh-kembangkan partisipasi dan memberikan ruang serta kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan untuk berkarya dan memperoleh haknya. Setiap kegiatan rembug/musyawarah, organisasi Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), berbagai kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas dan keterampilan serta kegiatan pinjaman ekonomi bergulir yang dominan pelakunya adalah perempuan.

Artinya, secara perlahan, kaum perempuan telah menyadari betapa pentingnya keberadaan perempuan dalam membawa warna tersendiri bagi keberlangsungan pembangunan. Pemikiran, gagasan, kemampuan, kreativitas, semangat dan kepekaan perempuan dibutuhkan melakukan transformasi sosial yaitu perubahan masyarakat dari tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri hingga mencapai madani plus ridho Allah, SWT. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar