Selamat Datang di Blog LSM P3AN

AKTA NOTARIS SITI AMINAH, SH, NOMOR 210 TANGGAL 26 OKTOBER 2011

Kantor Pusat : Jl . William Iskandar Kab Asahan – Perwakilan : Jl. Jend. Sudirman KM. 2 Tanjungbalai- Jl. Merdeka Batu Bara Telp : 081396521601 - 082364315553

Sabtu, 11 Februari 2012

BELAJAR DARI SEJARAH BUPATI ASAHAN


BELAJAR DARI SEJARAH BUPATI ASAHAN

Sepanjang perjalanan hidupnya, Abdullah Eteng sangat berperan dalam perjuangan

Nama Abdullah Eteng hingga kini pun mungkin masih cukup diingat dan dikenal di kalangan birokrasi, politisi, serta masyarakat luas, baik di Kabupaten Asahan mapun Kota Tanjung Balai, bahkan Sumatera Utara. Beliau yang kelahiran Kampung Mesjid-Kualuh Labuhan Batu 12 Maret 1912, dikenal sebagai pribadi dan tokoh politik yang cerdas, tegas dan idealis, serta merakyat.
Tokoh Pejuang Asahan Letkol Mansyur mengutarakan di dalam Buku Gerilya Asahan Labuhan Batu 1947-1949 Edisi 1976, Abdullah Eteng (yang menjadi anggota) ketika bersama-sama Syech Ismail Abdul Wahab memimpin Komite Nasional Indonesia (KNI) di Asahan (5 Maret sampai 4 Agustus 1945).

Beliau adalah sosok yang disegani lawan dan kawan karena keuletannya dalam menghadapi berbagai tantangan perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau juga menjadi anggota Muhammadiyah Tanjung Balai 1935-1938).

Sepanjang perjalanan hidupnya, Abdullah Eteng sangat berperan dalam perjuangan, seperti pada masa penjajahan Belanda memimpin Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) Cabang Asahan sebagai Ketua (1938-1942). Ternyata beliau juga seorang Jurnalis (Wartawan Harian Sinar Deli 1938-1942) dan Pemred Mingguan Suara Rakyat di Tanjung Balai (1945-1946).
Pada zaman penjajahan Jepang, Abdullah Eteng memimpin Latihan Militer Pemuda-Pemuda Pergerakan Gunung Rintis (Kenkoku Taisin Tai) Asahan Labuhan Batu (1944-1945) yang kemudian setelah merdeka bernama Napindo. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan, (Agustus 1945) Abdullah Eteng mengorganisir pemuda, buruh dan tani untuk menjadi Lasykar Rakyat.
Pada Tahun 1947 merupakan tahun puncak perjuangan Abdullah Eteng dalam menghadapi agresi Belanda, dengan membangun Angkatan Laut R.I bersama Mayor A.L. Nugrohadi, Mayor Syukur Siregar dan Nata dkk. Kemudian sebagai Ketua Komite Nasional memperlengkapinya satu Batalyon Angkatan Laut R.I.

Beliau juga membentuk Dewan Pertahanan Asahan sekaligus menjadi Ketua. Kecuali itu, Abdullah Eteng membentuk Jawatan Perekonomian Pemerintahan Asahan dan menunjuk Saidi Muli sebagai pimpinannya.
Tanggal 5 Agustus 1947, Abdullah Eteng diangkat menjadi Bupati Asahan, Namun, seperti diketahui bahwa pada masa itu lima hari sebelum memangku jabatan Bupati, atau tepatnya Tanggal 30 Juli 1947 sekira Pukul 11.00 siang, suasana Tanjung Balai cukup tegang dengan kedatangan tentara Belanda menyerang Asahan. Sehingga sejak beliau dilantik menjadi Bupati Asahan, dihadapkan pada perjuangan untuk mempertahankan Asahan dari kekuasaan Belanda.
Dalam kapasitas sebagai Bupati merangkap Walikota Kotapraja Tanjung Balai sekaligus Kepala Komando Perjuangan dan Dewan Pertahanan, Abdullah Eteng dan wakilnya Saidi Muli harus mendelegasikan sebagian wewenang Komando kepada Laurencius Tampubolon untuk Asahan Utara yang berkedudukan di Pulo Mandi (tepatnya di Butrea Piasa Ulu) dan untuk Asahan Selatan tetap dipimpin Abdullah Eteng, dibantu oleh H. Ahmad Dahlan.

Setelah pihak kolonial Belanda (pada Agresi Pertama) mengobrak-abrik perjanjian Renville, Bupati Abdullah Eteng segera memindahkan Pusat Pemerintahan Sipil dan Dewan Pertahanan beserta semua stafnya ke Bandar Pulau. Diikuti oleh masyarakat yang pro kemerdekaan telah meninggalkan kampung halaman dan bagi yang tidak mampu untuk mengungsi harus bertahan dengan tekad serta pendirian sebagai “republiken”.

Namun ada yang tidak yakin bahwa Indonesia akan dapat bertahan, sehingga mereka tetap tinggal di Tanjung Balai dan merapatkan diri untuk bekerjasama dengan Belanda. Itulah sebabnya timbul istilah “Belanda hitam”.
Dalam bidang perekonomian, Abdullah Eteng juga berhasil mengadakan hubungan dengan Serikat Buruh Pelabuhan Singapura dan Malaka agar tidak melakukan kegiatan bongkar-muat terhadap hasil bumi dari Sumatera Timur yang membawa Surat Izin Ekspor dari Pemerintah R.I di Bandar Pulau. Sehingga ekspor dan impor dari Asahan melalui Pelabuhan Sarang Elang dapat berkembang terus.
Sejak pertama kali diangkat sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Asahan dan menjalankan tugas mulai 15 Maret 1946 sampai 30 Januari 1954, Abdullah Eteng meniti karir sipil dengan pengalaman perjuangan yang cukup diperhitungkan. Pada Tahun 1949 beliau terpilih menjadi Ketua “Panitia Kongres Rakyat” Cabang Asahan dalam rangka menuntut Pembubaran Negara Sumatera Timur (NST), pada Tahun 1950 sebagai “Anggota Panitia Penempatan Pegawai R.I dalam penyusunan NKRI” wilayah Sumatera Timur.
Setelah menyelesaikan tugas pemerintahan sebagai Bupati Asahan 30 Januari 1954, Abdullah Eteng Bin Eteng tidak lalu semuanya dianggap selesai. Disamping sebagai Pegawai Tinggi pada Kantor Gubernur Sumatera Utara (1954 dan memasuki masa Pensiun pada Tahun 1965), beliau mendapat kepercayaan menjadi Bupati Kepala Daerah Kabupaten Karo dan terus berjuang memimpin Gerakan Rakyat Bersenjata bersama Batalyon 137 menghadapi PRRI Simbolon (1954-1958) kemudian menjadi Bupati Deli Serdang lebih kurang satu tahun (1958-1959).

Dalam Bidang Politik, Abdullah Eteng memulai karier politik menjadi Ketua DPD Partai Nasional Indonesia (PNI) Sumatera Utara (1968-1973) yang dilanjutkan pada Tahun 1973-1981 sebagai Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Sumatera Utara yang mengantarkannya ke Lembaga Perwakilan Rakyat (Anggota DPR-R.I Periode 1977-1982), namun beliau diberhentikan (direcal) tanggal 14 September 1981 (mungkin karena tidak sejalan dengan kebijakan partai-pen), namun Abdullah Eteng terus berjuang meningkatkan harkat, martabat, serta kesejahteraan Kaum Buruh dan Tani di Sumatera, sampai akhir hayatnya beliau kembali menghadap Sang Khalik pada tanggal 19 September 1988.

Mari kita belajar dan memahami perjalanan sejarah Abdullah Eteng sebagai figur pemimpin daerah yang “tidak memupuk kekayaan sendiri diatas penderitaan orang lain”, serta memiliki jiwa yang senantiasa berpihak kepada rakyat kecil (buruh dan tani). Sebagai pejuang, beliau juga memiliki semangat heroisme dan nasionalisme tinggi, Dari pada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah ! Terima kasih Abdullah Eteng, Jasa dan Nilai Juangmu akan kukenang sepanjang masa.
Semoga arwah almarhum Abdullah Eteng diterima disisi Allah SWT dengan rahmat(NYA dan diampuni segala dosa-dosanya). Amin ***** ( R. Soetrisman M.E, S.Sos.I : Penulis adalah Ketua Ikatan Penulis Sejarah Dan Cerita Rakyat (Ipsentara) )

Tags: Bupati Asahan

SUMBER : http://www.waspadamedan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar